PERKAWINAN DAN GARIS KEKERABATAN
Proses
perkawinan di masyarakat Long Nyau umumnya dimulai dari proses pelamaran oleh
pihak laki-laki kepada keluarga pihak perempuan. Dalam proses lamaran tersebut
pihak perempuan akan meminta purut kepada keluarga laki-laki berupa tempayan,
gong, emas, senjata, mesin ketiting, generator listrik, Chain saw dan lain-lain
sesuai keinginan pihak perempuan. Barang-barang yang diminta tersebut akan
dibawa pihak laki-laki ke tempat pihak perempuan pada saat hari pesta. Ketika
pihak laki-laki memberi purut kepada pihak perempuan maka pihak perempuan
memberikan ulang kepada pihak laki-laki. Ulang dapat berupa babi peliharaan,
sembako, parang dll yang nilainya setengah dari nilai purut yang diterima.
Dalam
adat Suku Dayak Punan yang menggelar resepsi pernikahan adalah pihak perempuan
yang modal pestanya biasanya akan diminta bantuan dari warga atau sanak
saudaranya. Bantuan-bantuan yang diterima dapat berupa uang tunai, beras,
daging dan lain-lain yang sesuai kebutuhan pesta. Pihak perempuan akan mencatat
bantuan-bantuan yang diterima dari siapa dan taksasi harganya berapa, sebagai
balasannya pihak mempelai perempuan nanti akan memberi ampit berupa benda-benda
yang diterima dari pihak mempelai laki-laki. Namun ampit tidak harus langsung
dibayarkan pada saat itu juga tapi bisa dibayar nanti jika suatu saat orang
yang membantu kita menikahkan anak maka disana kita membantu/melunasi bantuan
yang pernah kita terima sebelumnya. Setelah resmi menikah mempelai perempuan
akan dibawa tinggal kekeluarga laki-laki dan menjadi bagian dari keluarga
laki-laki (patrilokal). Secara harta warisan anak perempaun tidak mendapatkan
bagian dari harta yang dimiliki orang tuanya.
Sistem
Kekerabatan Suku Punan di Desa Long Nyau adalah Patrilineal, yakni menarik
garis keturunan dari pihak ayah, yang ditandai dengan sistem pewarisan
diturunkan ke anak laki-laki.
a. Perkawinan
yang “boleh” dilakukan dalam keturunan saudara adalah:
i.
(empat) 4 kali garis
keturunan keluarga
ii.
Sistem endogami
(perkawinan yang ideal), yaitu perkawinan dengan sesama suku dan masih ada
hubungan kekerabatan luas.
b. Perkawinan
yang dilarang:
i.
Incest atau yang dalam
bahasa lokal disebut Salahoroi, anak dengan orangtua / atau soudara sekandung
ii.
Patri parallel /cousin,
perkawinan antara dua sepupu yang ayah-ayahnya bersaudara sekandung
iii.
Perkawinan antara
generasi-generasi yang berbeda (contoh: tante dengan keponakan)
c. Pola
kehidupan setelah menikah:
i.
Pola neolokal, terpisah
dari keluarga kedua belah pihak. Atau jika rumah keluarga orang tua masih
dipertahankan, keluarga baru menambah bilik pada sisi kanan atau sisi kiri
rumah sebagai tempat tinggal mereka.
ii.
Pola matrilokal, suami
mengikuti pihak keluarga istri, hal tersebut biasanya terjadi ketika Purut /
mas kawin yang diminta oleh pihak perempuan belum terpenuhi oleh pihak
laki-laki (suami)